Jumat, 23 Desember 2011

pelajaran dari sahabat kecil

mengawali aktifitas pagi ini dengan semangat yang membuncah. betapa tidak, anda bisa membayangkan saat bangun pagi anda sudah di hadiahi dua buah senyuman manis yang alami. ya, senyuman tulus dari dua orang teman kecil saya di desa yang senantiasa memberikan semangat dan membuat suasana hati selalu ceria. pagi ini kami telah janjian untuk kembali memanfaatkan libur sekolah dengan berjalan mengelilingi desa kami. tidak banyak yang bisa di lihat dari desa kami. hanya sebuah desa biasa memang, namun kamu tentu tidak akan pernah puas jika hanya berkeliling sekali saja. apalagi saat ini adalah 'tandur', musim dimana petani mulai menanami sawah mereka. mata kita akan di manjakan dengan pematang sawah yang bersih dan hamparan sawah yang sebagian hijau dan sebagian lagi masih berupa genangan air yang justru menambah keindahan pemandangan disana.

selama perjalanan kami selalu bermain tebakan, bernyanyi dan kadang dua orang ini sering melakukan hal-hal aneh yang memancing tawa kami bersama. ketika kami lelah berjalan, kami memutuskan untuk berhenti sejenak di sebuah jembatan kecil sambil menikmati snack ringan yang sempat kami beli tadi waktu di jalan.
'oam...' salah satu dari sahabat kecilku ternyata masih mengantuk
'lho tidur jam brapa semalam ?' tanyaku sambil menggoyangkan badannya
'jam 11' jawabnya sambil tersenyum
'lah malam banget, emang ngapain aja?' sahutku
'nonton tivi' jawabnya
'gak bisa tidur ding mas, takut gak bisa bangun pagi ini kalo tidur' sambar teman yang satunya lagi.
'hahahaha...' kami bertiga cekikikan melihat ekspresi wajah bocah ini.
meskipun kelihatan masih mengantuk namun ternyata dia yang paling banyak ngomong dan bertingkah aneh. tak jarang dia berjalan lebih dulu kemudian beracting layaknya penyanyi yang sedang konser namun dengan lagu yang benar-benar-benar kacau. yah, bagi mereka hidup seakan indah dan menyenangkan. berbicara dengan mereka tentang sesuatu hal pasti yang akan keluar adalah kata-kata yang bersumber dari pemikiran yang masih bersih dan polos yang penuh kejujuran.

tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 7, saatnya saya dan juga kedua rekan kecilku ini untuk kembali ke rumah. yah, aktifitas pembuka yang menyenangkan bersama dua orang rekan kecil yang telah mengajarkan kepada saya tentang bagaimana mengelola perasaan dan semangat. setelah mandi dan sarapan pagi, saya mulai bersiap-siap hendak meluncur ke apotek tempat baru bagi saya untuk menebarkan kemanfaatan diri saya. yah sebuah apotek yang terletak di pelosok namun dengan kehidupan masyarakat khas pedesaan yang unik, membuat saya jatuh hati untuk melamar di apotek ini.

sepeda motor kesayangan pun telah siap di halaman dengan aktifitas paginya yaitu 'pemanasan' sebelum saya geber ke apotek. dirasa sudah semua masuk ke tas rangsel segala keperluan aktifitas hari ini, saya pun meluncur ke apotek. suasana jalan sudah agak sepi, aktifitas pagi ini di pasar sudah mulai berkurang. saya menyempatkan melirik pemandangan dan menghirup udara segar saat melintasi jembatan besar di desaku. beberapa meter di depan saya melihat tiga buah gadis cilik yang sedang berboncengan. entah apa yang mereka bicarakan dan lakukan mereka terlihat asik sambil mengendarai sebuah mio berwarna merah. jarak kami semakin dekat sekitar 50 meter, maka ku putuskan untuk mendahului mereka.

ku naikkan kecepatan motorku sekitar 70 km/jam, namun tiba-tiba mio merah yang di kendarai tiga gadis cilik tadi berbelok ke kanan tepat di depanku. tanpa menyalakan lampu sign atau melambaikan tangan atau setidaknya melihat ke belakang apakah ada kendaraan yang melintas mereka langsung berbelok begitu saja. dengan sekuat tenaga saya mencoba untuk menghentikan motor yang melaju. sejenak terlinas di benak apa yang hendak saya lakukan apakah menabrak mereka saja atau saya menghindari mereka. akhirnya di saat-saat yang kritis tadi saya mencoba mengerim laju motor dan menghindari benturan langsung. karena jarak yang terlalu dekat maka tabrakan pun tak terhindarkan.

benturan yang cukup keras membuat saya harus terbang sekitar 1,5 meter di atas motor baru kemudian jatuh dengan bahu kiri saya sebagai tumpuan. alhamdulillah helm yang saya pakai ternyata menjalankan fungsinya dengan baik, hanya goresan kecil di dagu tanpa ada memar yang berarti. namun dalam hatiku memberontak, bagaimana nasib gadis2 kecil tadi. ya Allah semoga mereka tidak apa-apa. a coba untuk mengangkat kepalaku saat tubuhku masih tergeletak di jalan yang saat itu masih sepi. alhamdulillah mereka tidak ada yang terluka parah. penduduk kampung pun berdatangan dan membantu kami kepingir jalan. saya pun hanya terdiam bingung mau berekspresi seperti apa, apakah saya harus marah, atau apakah saya harus meminta maaf pada mereka. namun tak ada kata-kata yang terucap saat itu, saya sudah cukup bersyukur saat mereka tidak ada yang terluka serius, dan saya pun juga bersyukur masih di beri kehidupan oleh Allah.

ternyata dari sini saya diajari oleh mereka, jika kita melakukan kesalahan hendaknya kita menyadari kesalahan itu. mereka masih polos dengan ketidaktauan mereka. tak ada yang perlu disalahkan, mungkin ini pelajaran bagi saya dan mereka bahwa menjadi baik menurut diri sendiri tidaklah cukup.

pati,23 desember 2011

Jumat, 07 Agustus 2009

Berhenti sejenak


Hidup ini adalah sebuah perjalanan. Dalam setiap perjalanan sudah selazimnya kita akan menjumpai tempat-tempat yang indah dan terkadang pula kita akan menjumpai tempat yang kering dan tandus.

Anggap saja bahwa tempat yang indah yang kita lalui itu adalah bagian-bagian dari cita-cita hidup ini. Sedangkan bagian yang tandus adalah bagian dimana kita berproses untuk mencapai cita-cita itu.

Dan setiap masa pasti kita punya tujuan dan tahapannya sendiri-sendiri. Seperti waktu kecil kita dilatih untuk bisa berjalan, setelah itu kita belajar berlari, kemudian naik sepeda hingga akhirnya ketika dewasa kita sudah bisa mengendarai pesawat.

Sering kali perjalanan ini amat indah dan menyenangkan. Namun tak jarang pula kita merasakan hidup ini penuh dengan tekanan dan tuntutan. Terkadang sampai-sampai hanya sekedar menapakkan kaki saja kita seolah tidak sanggup.

Nah, jika sudah seperti ini kemudian kita berfikiran bahwa kita adalah satu-satunya manusia yang mengalami kesialan dan paling tidak beruntung di dunia ini.

Saudaraku skalian,
Kita sudah sering mendengar bahwa salah satu kenikmatan yang diberikan kepada manusia adalah kemampuan untuk melupakan sesuatu.
Coba kita bayangkan alangkah sengsaranya kita jika tidak memiliki kemampuan ‘melupa’.
Manusia mampu dengan mudah berpindah dari aktivitas satu menuju aktivitas yang lainnya dengan cepat dan sempurna. Bayangkan jika kita seperti komputer, maka berapa juta memori yang akan ditaruh di otak kita.

Lho, apa hubungannya?
Sesungguhnya masalah itu muncul karena ketidak sesuaian antara alam ‘harap’ dengan alam ‘nyata’. Kita mengharapkan di tengah bulan ini smua pekerjaan telah terselesaikan, namun ternyata hingga akhir bulan masih belum selesai. Kita ingin agar lulus cepat, dapat kerja, bertemu pasangan ideal dan nikah namun kenyataannya sangat jauh dari yang diharapkan. Jangankan kerja, lulus saja terasa tidak mampu. Permasalahannya disini adalah dimana kita meletakkan nilai-nilai tersebut

Ingatlah, sebagus apapun rencana kita, pasti masih indah rencana Allah untuk kita.

Oleh karena itu jika suatu nilai yang kita letakan ternyata tidak tercapai, maka tugas kita adalah menata ulang bangunan itu menjadi rencana baru yang lebih baik yang menjadi target baru kita. Toh kita di beri kenikmatan melupakan sesuatu. Mungkin akan terasa pahit dan sangat sulit untuk mensetting ulang. Namun akan terasa lebih pahit dan sulit jika kita tidak bertindak cepat, dan bahkan hanya menyerah pada keadaan, kemudian menjalani apa adanya sambil menunggu datangnya keajaiban.

Bukankah kita dikatakan hidup jika kita berbuat..
Bukankah kita dirasakan ada karena kontribusi kita..

Berhenti sejenak
Cara yang paling sederhana untuk memulainya adalah dengan berhenti sejenak. Lepaskan penat dikepala, letakkan sejenak bahu-bahu kita yang penuh dengan masalah. Cobalah berfikir jernih. Atau liatlah sekeliling kita untuk mencari inspirasi baru. Setelah itu bersantai dan memikirkan kembali tujuan yang utama yang akan kita raih. Starting from the end. Dan jangan lupa, kita mengadu pada Yang Maha Besar, sesungguhnya apa yang ada didunia ini hanyalah fana dan kecil, Dia Yang Maha Kekal.

Kita tentu masih ingat bahwa Rasulullah menerima wahyu pertama kali di gua hira, setelah beliau selama berhari-hari menyendiri di sana?
Bukankah kita melihat karya-karya besar sayid Quthub dihasilkan ketika beliau berada dalam penjara?
Dan taukah bahwa novel ayat-ayat cinta ditulis ketika penulis (habbiburahman el-shirazy) mengalami kebosanan saat menjalani perawatan paska kecelakaan?

Saudara sekalian
Kita memang bukanlah orang besar, yang memiliki jiwa dan pemikiran besar.
Namun kita ada dan dilahirkan adalah sebagai karya besar,
yang sungguh teramat disayangkan jika harus menyerah dan pasrah dengan keadaan..

“Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan” (QS.31:22)

Minggu, 26 Juli 2009

Seindah Cinta Ibu

ketika tidak sengaja menemukan sebuah artikel...
semoga bisa menginspirasi semuanya....

...

Bila aku mencintai Ibu,
itu semata-mata karena dari rahimnya yang suci aku terlahir.
Alasan itu sudah cukup bagiku untuk mencintainya sepenuh jiwa.
Jika kemudian cintaku berkembang dan terus bermekaran, itu karena Ibu selalu menitipkan kasihnya padaku tanpa pernah ada keinginan untuk mengambilnya kembali.
Sungguh aku merasa mendapat kemuliaan tak terkira berkesempatan menjaga cinta itu agar terus bersemi di bilik hati.

Ibu memang teramat istimewa bagiku.
Dia adalah matahari yang tak pernah lelah menghangatkan bumi.
Dia juga bulan yang selalu setia memantulkan cahaya cinta sang matahari dalam pekatnya malam.
Bahkan Ibu adalah angin pembawa kesejukan bagi nuraniku.
Dan adalah Ibu, sosok wanita yang selalu kukagumi sepenuh hati karena ketegaran dan ketulusan cintanya.

Kamu nggak malu Tres,
Malu kenapa,Bu?
Kamu nggak malu jalan bareng sama Ibu seperti ini?
Justru Tresna selalu sangat menginginkan kesempatan seperti ini, Bu, berjalan-jalan berdua dengan Ibu, memperkenalkan Ibu dengan teman-teman Tresna.
Hal ini sangat membuat Tresna bahagia, sambungku kemudian.

Bukan salah Allah jika Ibu diciptakan dengan kaki yang begitu ringkih, bengkok dan teramat kecil.
Bukan maksud Allah menjadikan Ibu sebagai bahan tertawaan anak-anak kecil karena ia hanya mampu ngesot untuk mencapai suatu tempat.
Yah, Ibu, karena kecacatannya itu, tidak bisa berjalan secara normal.
Bukan juga kehendak Ibu bila dalam keadaan seperti ini kami mengalami kehidupan yang sulit.
Menjadi pembatik adalah cara Ibu untuk mendapatkan penghasilan untuk membesarkan dan menyekolahkanku.
Kamu nggak perlu marah pada mereka, Tres.
Ibu bisa maklum mengapa mereka mentertawakan Ibu.
Lagipula Ibu juga nggak malu.
Justru Ibu bangga diciptakan dalam bentuk yang istimewa seperti ini.
Setiap saat Ibu bisa tersadarkan akan kebesaran Gusti Allah.
Kalau Ibu ikhlas menerimanya, maka Gusti Allah pun akan ikhlas menerima Ibu nanti.
Kalau Ibu tersenyum saat menerima ejekan dan hinaan ini, maka Gusti Allah juga akan tersenyum kepada Ibu.

Aku terdiam sejenak.
Ah Ibu....
Lamunanku dibuyarkan oleh tepukan Ibu.
Kita turun sini aja, Tres. Udah sampai.
Kita belanja kain sidomukti dan parangrusak pesenan Bu Padmo dan Bu Singgih dulu.
Setelah itu kita nyari bahan baju buat kamu.
Aku mengangguk.
Setelah belanjanya selesai, aku dan Ibu memutuskan untuk segera pulang.
Namun tiba-tiba dari arah seberang aku mendengar letusan diikuti hiruk-pikuk suara orang-orang berteriak.

Kebakaran ! Kebakaran ! Lari !
Aku panik menghadapi situasi seperti ini.
Orang-orang berlarian, berebutan ingin cepat-cepat keluar dari pasar.
Aku berpikir bagaimana caranya bisa membawa Ibu keluar dari pasar dengan cepat. Akhirnya aku putuskan untuk menggendong Ibu.
Hanya itu cara yang paling memungkinkan yang bisa aku lakukan.

Bu, Tresna akan menggendong Ibu!
Dan dalam sekejap Ibu sudah ada di punggungku.
Sekuat tenaga aku berlari menghindari kobaran api yang semakin membesar. Namun karena membawa beban berat, lariku tidak bisa cepat.
Aku sangat kelelahan, terhimpit dalam desakan massa, aku tidak bisa leluasa bergerak.
Tiba-tiba ada seorang laki-laki menabrakku dan aku terjerembab bersama Ibu.
Aku berusaha berdiri, tapi tidak bisa.
Kulihat Ibu pingsan terinjak-injak orang. Aku menangis, berteriak minta tolong. Namun tak seorang pun peduli.
Dan DUARR !
Sebuah ledakan memperbesar kebakaran itu.
Api menjilat-jilat di depanku.
Hawa panasnya menyapu wajahku.
Sekuat tenaga aku berusaha menggapai tubuh ibu.
Namun serta merta ada tangan kokoh menyeretku menghindar dari jilatan api.
Aku meronta.
Yang kumau hanyalah Ibu.
Aku berteriak-teriak memanggil-manggil Ibu.
Tapi aku tidak melihat bayangannya lagi.
Akhirnya aku hanya bisa menangis.
Kupandangi jilatan api yang melahap pasar dan isinya.
masih banyak orang yang ada di dalam yang tidak sempat menyelamatkan diri.
Dan salah satunya adalah ibuku
Aku terisak, tersedu menyadari hal itu.

Hampir satu jam, kebakaran itu baru bisa diatasi.
Asap masih mengepul di sebagian sudut pasar.
Jerit tangis dan hiruk-pikuk orang berbaur dengan hingar-bingar suara ambulan dan mobil pemadam kebakaran.
Aku amati mereka.
Kucari sosok yang berkaki bengkok dan kecil.
Aku menahan napas, hatiku berdebar-debar dan jantungku terus berpacu.

Semoga tak kutemukan, batinku.
Begitu samapai pada ujung barisan, hatiku terlonjak.
Ibu tidak termasuk dalam jajaran korban yang gosong itu.
Harapan untuk bisa menemukan Ibu dalam keadaaan selamat kembali muncul.

Gontai langkahku kuseret menuju Rumah Sakit Dharma Pertiwi.
Kata petugas kesehatan, korban yang luka dievakuasi ke sana.
Jarak rumah sakit yang hanya satu setengah kilometer terasa sangat jauh. Langkahku sebenarnya tersa sangat berat.

Ada pasien dengan kaki kecil dan bengkok, Suster?
Ada, kebetulan tadi saya yang menanganinya.
Lukanya sangat parah.
Mari saya antar.
Aku mengikuti langkah perawat yang masih seumuran denganku itu ke bangsal tiga lantai satu.
Ternyata di sana sudah penuh dengan orang
Di sebelah sana, tempat tidur baris ketiga dari jendela.

Apakah lukanya parah suster ?
Yah memang sangat parah.
Tapi masih bisa hidup kan, Suster...?
Perawat itu mengangguk.
Tapi kemungkinan dia akan mengalami cacat di wajah dan gangguan penglihatan.

Maksud suster buta?
Kembali perawat itu mengangguk.
Aku tersedu.
Lengkap sudah penderitaanmu, Bu.
Puaslah mereka yang ingin mentertawakanmu.
Ya Allah beginikah cara-Mu menyayangi ibuku ?
Seandainya penderitaan ini bisa kuganti, bairlah ya Allah, aku yang menanggungnya asal Kau bahagiakan ibuku.
Kembali tangisan kepedihan mengguncangku.
Hatiku teriris, miris dan perih.
Aku tidak akan bisa tahan melihat penderitaan Ibu.

Kutunggui Ibu sepanjang hari ini.
Kutatap putih perban yang melilit seluruh wajah dan tubuhnya.
Aku ingin jika nanti Ibu siuman ia tahu bahwa putri satu-satunya ada di sisinya. Dalam shalat asharku tadi aku berdoa khusus untuk Ibu.
Aku minta agar aku diberi kesempatan untuk membahagiakananya.
Aku ingin Ibu melihatku lulus kuliah, memakai toga dan diwisuda.
Tiba-tiba aku melihat gerakan lemah pada jemari ibu.
Ibu sudah sadar! sorakku dalam hati.
Kusentuh jemari Ibu pelan.
Kubisikkan kalimat-kalimat penyemangat.
Ini Tresna, Bu !
kembali gerakan lemah jemarinya muncul.
Hatiku girang.
Berulangkali ucapan hamdalah mengalir dari bibirku.

Ibu ada di rumah sakit.
Ibu kena luka bakar dalam kebakaran di pasar tadi pagi.
maafkan Tresna yang tidak sempat menyelamatkan Ibu.
Semua terjadi begitu cepat

Ibu jangan menangis kuelus lalu kucium jemarinya.
Ibu, Tresna sudah belajar menjadi tegar seperti Ibu.
Tresna sudah berusaha untuk tidak menjadi cengeng.
Tapi Ibu jangan menangis seperti ini.
Kalau ibu menangis...
Tresna... hik hik .

Akhirnya aku hanya bisa menelumgkupkan wajahku di kasur Ibu.
Aku takut membayangkan hidup seorang diri tanpa bimbingan kasih Ibu.
Aku tak peduli walau ibuku tidak senormal wanita-wanita lain.
Apa pun keadaannya, tak akan ada yang sanggup menggantikannya, cintanya, ketulusannya, nasihat-nasihatnya, juga senyumnya.
Di balik ringkih tubuhnya, ibuku adalah seorang wanita yang kuat.
Kuat dalam arti yang sebenarnya.
Air mata yang tadi kutahan terus berjatuhan satu-satu.

Tiba-tiba sebuah tangan menyentuh bahuku dan sebuah suara memanggil namaku. Suara itu aku sangat mengenalnya.
Perlahan kuangkat wajahku, dan kuperhatikan tubuh berbalut perban putih di depanku.
Masih diam.

Tresna, kenapa kamu menangis di situ, Nduk ?
Ibu di sini, Cah Ayu...
Aku menoleh.
Kaget setengah mati.
Disamping kiriku ada sesosok yang sangat kukenal.
IBU!
Benar dia ibuku.
Jadi yang kutunggui dan kutangisi sepanjang hari ini siapa?
Maaf, Mbak, orang yang terbaring itu bukan ibu Mbak.
namanya Fitri, usianya 30 tahun.
Dia anak saya, seorang ibu-ibu setengah baya memahami keterjutanku.
Seorang perawat yang tadi mengantarkanku pun mengangguk pelan.
Akhirnya penuh rasa syukur aku menghambur ke pelukan Ibu yang telah hadir di sisiku.

Bu, Tresna nggak mau ditinggal sendirian.
Tresna belum bisa
Tresna terlalu sayang pada Ibu !
Aku melanjutkan tangisku yang sudah terlanjur meledak.
Ibu menyambutku sambil tersenyum.
Ya senyuman khas Ibu.
Senyuman yang tidak dimiliki oleh orang lain .

...
(mohon maaf karena nama pengarang tidak ditemukan)